Anemia Aplastik

Pendahuluan

Anemia aplastik adalah sindrom yang diakibatkan kegagalan sumsum tulang belakang yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi sel darah merah pada sumsum tulang belakang. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik. The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di negara Timur, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia.Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.

Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar. Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8 Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.

Faktor Risiko

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain.

Anemia Aplastik
  • Radiasi
  • Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
    • Efek Regular
      • Bahan-bahan sitotoksik
      • Benzene
    • Reaksi Idiosinkratik
      • Kloramfenikol
      • Anti epileptik
  • Virus Hepatitis
  • Virus Epstein-Barr
  • Parvovirus  B19(krisis aplastik sementara)
  • Human immunodeficiency virus (HIV)
  • Penyakit-penyakit Imun
  • Hipoimunoglobulinemia
  • Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
  • Kehamilan
  • Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplastik yang diturunkan (Faktor Genetik)

  • Anemia Fanconi
    • Amegakariositik trombositopenia
    • Anemia aplastik familial

Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoesis  sangat sensitif. Bila stem sel hematoposis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis. Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang.

Bahan Kimia dan Obat-Obatan

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.

Infeksi

Seyogyanya, setiap infeksi virus dapat menyebabkan anemia aplasia sementara atau permanen. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis ataupun virus HIV. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma penunjang.

Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari padanya diturunkan menurut hukum Mendell, Contohnya, Anemia Fanconiyaitu  suatu sindom meliputi hipoplasi sumsum tulang disertai pigmentasi coklat di kulit, hipoolasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa
dan Anemia Estren-Dameshek yaitu anemia tanpa kelainan fisik

Kelainan Imunologis

Zat anti terhadap sel sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat menyebabkan anemia aplastik. Perbaikan fungsi hemopoetik setelah pengobatan dengan imunosupresif merupakan argumen kuat terlibatnya mekanisme imun dalam patofisiologis anemia aplastik.

Anemia aplastik pada keadaan lain

Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan  hipoplasia sumsum tulang.

Mutasi pada gen PIG-A di dalam sel bakal hematopoietic menyebabkan terjadinya PNH, namun mutasi PIG-A kemungkinan pula terjadi pada individu normal. Jika sel bakal dengan mutasi PIG-A berproliferasi, hasilnya adalah defisiensi protein membrane sel terkait glycosylphosphatidylinositol. Sel PNH seperti ini biasanya dapat terlihat dengan flow sitometri dengan ekspresi CD55 atau CD 59 pada granulosit daripada pemeriksaan Ham atau sucrose lysis pada sel darah merah.

Pada kehamilan, kadang kadang ditemukan pensitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangasan hemapoesis. Pada banyak kasus kehamilan, Anemia Aplastik sangat jarang terjadi dan sembuh setelah melahirkan atau setelah terjadinya keguguran namun mungkin berulang pada kehamilan selanjutnya.

Patogenesis

Anemia aplastik yang diturunkan , terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia)  disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk anemia aplastik bawaan yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).

Gejala dan pemeriksaan fisik

Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.

Keluhan fisik  penderita anemia aplastik

Jenis Keluhan %
PendarahanTubuh lemahPusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

Memar

83

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik

Jenis Pemeriksaan Fisik %
PucatPendarahanKulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

1006334

26

20

7

6

3

16

7

0

Pemeriksaan

Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.

Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional. Plasma darah biasanya mengandung  growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid.

Sumsum Tulang belakang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif. International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang. Anemia aplastik bukan berat memiliki sumsum tulang yang hiposelular dan dua dari tiga kriteria (netrofil < 1,5×109/l, trombosit < 100×109/l, hemoglobin <10 g/dl).  Anemia aplastik berat memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik residu, dan dua dari tiga kriteria (netrofil < 0,5×109/l, trombosit <20×109 /l, retikulosit < 20×109 /l). Anemia aplastik sangat berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2×109/l.

Penatalaksanaan

Manajemen Awal Anemia Aplastik

  • Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
  • Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
  • Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
  • Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
  • Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
  • Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang.

Pengobatan Suportif

Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis.

Terapi Imunosupresif

Obat-obatan  yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).  ATG atau ALG diindikasikan pada15 :

  • Anemia aplastik bukan berat
  • Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
  • Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik
Dosis test ATG :ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Terapi penyelamatan

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik. Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor  ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.

Pengobatan dengan Transplantasi sumsum tulang Belakang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut :

  • Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
  • Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit dibawah 100.000/mm3.
  • Refrakter : tidak ada perbaikan.

Prognosis

Sifat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan kematian. Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta antibiotic platelet terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan penyembuhan spontan.

Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa:
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada kebanyakan kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari 500/l (0,5×109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2×109/liter)  dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif  sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.

Pencegahan Anemia Aplastik
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik adalah menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan.  Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang telah dijelaskan di bagian faktor penyebab di atas.

Bila ada anak dalam keluarga pembawa sifat thalassemia,agar tidak menikah dengan pembawa sifat thalassemia juga. Bagi pemabawa sifat thalassemia agar tidak berencana mempunyai anak lagi bila telah mendapatkan anak dengan fenotip normal.Usahakan agar jangan sampai terjadi gangguan saluran pernapasan baik melalui kontak (jika penyebab pada pasien adalah virus atau obat-obatan) dengan pasien ataupun karena sistem imun tubuh menurun.

Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.

Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.

Pencegahan penyakit ini tergantung dari penyebabnya.  Suplemen terbaik adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12 untuk mencegah defisiensi zat besi. Anemia tidak dapat dicegah jika penyebabnya adalah karena cacat bawaan (genetik), anemia aplastik, thalasemia dan anemia sel sabit. Makan diet seimbang yang mengandung biji – bijian seperti kacang kedelai dan kacang hijau yang mengandung vitamin, zat besi dan asam folat membantu pembentukan sel darah merah. pilihan lain makanan yang banyak mengandung zat besi adalah sereal, daging merah, kuning telur, sayuran berdaun hijau, sayuran kuning dan buah-buahan, kulit kentang, tomat, molasses, dan kismis.

Posted on October 1, 2010, in Modern. Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment